Minggu, 22 November 2009

Manajemen Dunia Pendidikan Sumatera Barat
Pasca gempa yang melanda Sumatera Barat pada 30 September lalu membuat masyarakat, terutama dunia pendidikan gamang. Betapa tidak? Gempa tersebut telah meluluhlantakan banyak sarana pendidikan. Gempa juga telah membuat pelajar/mahasiswa untuk menimba ilmu diderah ini. Rasa tidak nyaman membuat mereka tidak betah berlama-lama disini. Akankah gempa akan menghancurkan dunia pendidikan Sumatera Barat.
Kenyataan yang terjadi, sarana dan prasana pendidikan di kota Padang mengalami kerusakan paling parah. Sebanyak 1.606 bangunan mengalami rusak berat, 1.308 rusak sedang dan 903 rusak ringan. Kerusakan paling parah selanjutnya adalah Kab Padang Pariaman 257, Kab Agam 114, Kota Pariaman 41, Kab Pasaman Barat 27, Kab Pesisir Selatan 6, Kab Tanah Datar 5, Kab Solok 4, Kota Solok 3, Kab Padang Panjang 3, Kab Padang Panjang 3 terakhir Kab Mentawai 3.
Ternyata, tidak saja gempa yang menghancurkan sendi-sendi pendidikan di Sumatera Barat. Pemberian bantuanpun belum termenej dengan baik. Kalau hal ini siapa yang berbuat? Adakah oknum yang berbuat? Kalau masih ada oknum yang tega dalam keadaan seperti ini bermain, sungguh keterlaluan. Sebaiknya ada UU atau Perda yang memberikan aturan manajerial distribusi bantuan. Sehingga bantuan yang mengalir tidak mengalami polemik.
Dunia pendidikan di Sumatera Barat dan beberapa kota dan kabupaten (sepertinya) belum memiliki manajemen yang baik dalam dunia pendidikan. Sebuah manajemen yang mampu mengatur system yang matang dan up to date terhadap segala perkembangan, tidak kaku. Manajemen juga mengatur orang-orang yang terlibat didalamnya mengutamakan fungsi ; melayani bukan dilayani. Membuat perangkatnya selalu ingat bahwa mereka adalah pengabdi bukan sebaliknya dan harus mendukung usaha mencerdaskan bangsa tanpa pandang bulu. . Membuat system dan perangkatnya flexible. Tidak seperti beberapa masalah yang telah terjadi sebelum Gempa 30 September melanda. Banyak masalah terjadi yang membutuhkan perhatian dan penanganan lebih serius. Diantaranya, sekolah gratis tapi masih ada pungutan yang dibebankan ke murid, perhatian yang tidak seimbang antara sekolah negeri dan swasta serta perlakuan yang belum layak yang diterima SMK Dhuafa. Seperti masalah di SMK Dhuafa - terletak di daerah Gunung Panggilaun, Padang - yang didirikan oleh Drs. Ibrahim. MM seorang Dosen Fakulltas Teknik UNP. Sekolah yang berdiri12 tahun silam ini mengaku mendapatkan perlakuan tidak adil. Dan perlakuan tersebut juga dialami murid mereka.
Salah seorang murid SMK Dhuafa yang mengalami perlakuan tersebut malah terbukti menunjukkan prestasi pada Lomba Kompetensi Sekolah tingkat kota Padang setahun lalu. Jangankan didukung, anak tersebut malah disarankan tidak usah melanjutkan ketingkat provinsi. Sebegitukah sikap pemerintah terhadap kemajuan dunia pendidikan ? Seharusnya – jika memang terjadi –kejadian ini tidak boleh ada dan jangan sampai terulang. Itu tidak baik.
Kenyataan ini harusnya jadi satu spion bagi pemimpin untuk menyusun dengan baik sistem dan manajemen pendidikan di provinsi ini. Selain itu,pemimpin harus sigap, tangkas, bermata tajam, bertelinga tipis dan cepat tanggap. Pemimpin amanah rakyat adalah pemimpin yang cerdas( bukan merasa cerdas atau sok cerdas), pemimpin yang baik, merakyat,mau mendengar dan tahu bertindak benar pada waktunya. Apakah sebaliknya, para pemimpin akan berlaku cuek ( acuh tak acuh ), pura-pura belum tahu, marah karena diingatkan, tersinggung jika diberitahu,menuntut karena mennganggap bahwa manajemen pendidikan disini sudah baik atau lansung menanaggapi dengan menelusuri dan segera membenahi.
Bagi pemimpin/pemerintah, Media bukanlah lawan bagi mereka. Media adalah sahabat yang baik, yang selalu menemani dalam suka maupun duka. Sahabat yang hanya menginginkan agar dia selalau dijalan yang benar dalam berpikir, berbicara dan bertindak. Media Pendidikan sahabat yang dibutuhkan dalam dunia pendidikan.

0 komentar:

Posting Komentar